Kedudukan Alat Bukti Surat Fotokopi dari Fotokopi
HUKUM ACARA
Oleh : Febry Indra Gunawan Sitorus, S.H.
Pada prinsipnya, dokumen berupa fotokopi dari fotokopi tidak memiliki kekuatan pembuktian. Pasal 1888 KUH Perdata mengatur mengenai salinan/fotokopi dari sebuah surat/dokumen, bahwa kekuatan pembuktian suatu bukti tulisan adalah pada akta aslinya. Apabila akta yang asli itu ada, maka salinan-salinan serta ikhtisar-ikhtisar hanyalah dapat dipercaya, sekadar salinan-salinan serta ikhtisar-ikhtisar itu sesuai dengan aslinya, yang mana senantiasa dapat diperintahkan mempertunjukkannya.
Hal ini beberapa kali ditegaskan oleh MA melalui putusannya, yakni:
1. Putusan MA RI No. 3609 K/Pdt/1985
2. Putusan MA RI No. 112 K/Pdt/Pdt/1996
Putusan MA RI No. 3609 K/Pdt/1985 menyatakan bahwa Surat bukti fotokopi yang tidak pernah diajukan atau tidak pernah ada surat aslinya, harus dikesampingkan sebagai surat bukti.
Putusan MA RI No. 112 K/Pdt/1996 menyatakan bahwa fotokopi surat tanpa disertai surat/dokumen aslinya dan tanpa dikuatkan oleh Keterangan saksi dan alat bukti lainnya, tidak dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah.
Namun dalam praktik keberadaan fotokopi dari fotokopi sebuah perjanjian bawah tangan jika diakui dan tidak disangkal oleh pihak lawan, dapat dikualifisir sebagai alat bukti karena dianggap sebagai pengakuan di muka hakim.
Selain itu terdapat Putusan MA RI yang mengakui fotokopi dari fotokopi sebagai alat bukti. Putusan MA RI No. 1498/K/Pdt/2006 menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu, fotokopi dari fotokopi dapat diterima sebagai alat bukti. Majelis hakim menggunakan bukti fotokopi dari fotokopi untuk menunjang pengakuan Termohon Kasasi/Tergugat III, bahwa tanah sengketa semula milik orang tua Pemohon Kasasi/Penggugat.